Dear Zahrina,
Aku tahu. Kamu pasti bingung menerima surat dariku ini. Bukan, aku bukan alien, bukan pula kembaranmu. Aku adalah kamu yang berasal dari masa depan, tepat 10 tahun dari sekarang. Tidak usah mencemaskanku. Aku baik-baik saja di sini.
Masih bingung mengapa tetiba ada surat untukmu? Aku diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk menghubungi seseorang di masa lalu. Dan aku putuskan menghubungimu. Saat menulis surat ini, usiaku 33 tahun dan kamu 23 tahun.
Meski aku baik-baik saja, perlu aku sampaikan jika keadaanku saat ini sepenuhnya tergantung padamu. Apa yang kamu lakukan, aku ikut pula menanggung akibatnya. Apa yang kamu tanam, kelak aku yang memanen.
Aku tidak punya banyak waktu bercerita panjang lebar tentang keadaanku sekarang. Satu nasihat yang aku tekankan, selalulah bersyukur. Awali dan akhiri semuanya dengan bersyukur.
Bersyukurlah kamu tidak dilahirkan di masa perang atau
di negara-negara rawan konflik.
Identitas ibu pertiwi yang
sekarang tercantum di e-KTPmu memang bukan tempat yang sempurna. Ada saja
konflik yang datang. Komplit lagi. Bencana alam iya, teror iya, kerusuhan iya,
ketidakadilan iya. Tapi itu masih lebih baik jika dibandingkan dengan negara
lain yang konfliknya lebih rumit.
Bersyukurlah kamu dilahirkan di waktu yang tepat, saat
teknologi sedang canggih-canggihnya.
Kehidupanmu sekarang jauh
lebih mudah dibandingkan kehidupan kedua orangtuamu. Komunikasi lancar,
transfer uang gampang, kemana-mana cepat, nggak perlu perjuangan yang berat
untuk mendapat yang kamu inginkan.
Bersyukurlah kamu dilahirkan di zaman dimana wanita
dan pria memiliki kedudukan yang sama. Boleh berpendapat, boleh belajar, dan
boleh bekerja.
Pernahkah terpikir olehmu jika
tahun lahirmu dimundurkan menjadi 50 tahun ke belakang tepat di tahun 1942?
Bagaimana jadinya? Kamu remaja saat itu mungkin saja ditangkap partai itu. Atau
dimundurkan 162 tahun ke belakang saat Cultuurstelsel sedang gencar-gencarnya.
Mungkin saat itu kamu sedang menderita kelaparan akibat kebijakan yang
menyengsarakan itu.
Saat ini semuanya jauh lebih
mudah. Kamu boleh sekolah, boleh belajar, boleh bekerja. Nggak ada alasan buat
kamu untuk nggak bersyukur.
Meski tidak bisa memilih dilahrikan di keluarga mana,
kamu harus tetap bersyukur karena mereka merawatmu hingga kamu sampai sebesar
ini.
Tepat sekali. Kamu tidak bisa
memilih. Kamu hanya diperbolehkan untuk menerima. Apapun yang sudah dipilihkan
untukmu, itulah yang terbaik. Dia lebih mengerti kebutuhanmu daripada kamu
sendiri. Nyatanya sampai sekarang kamu masih baik-baik saja bukan? Bagaimana
jika kamu ditimang keluarga lain yang tidak sesuai kehendak hatimu?
Warna kulitmu memang tidak seputih kapur dan alismu
tidak sempurna tapi bagian-bagian tubuhmu bekerja dengan sangat baik.
Kamu terlahir di zaman dimana
banyak orang cantik bertebaran. Teknologi untuk mempercantik diri pun semakin
banyak. Kamu bisa melakukan apapun supaya cantik. Apapun. Namun sekiranya tak
perlulah kamu bertindak berlebihan.
Kamu punya tubuh yang indah
dan normal. Organ-organnya bekerja dengan baik selama 24 jam seminggu,
pancaindramu bekejra dengan sempurna mengantarkan sinyal ke otak, otak dan
jiwamu pun normal. Tak cukupkah itu sebagai pengingat untuk kamu supaya
bersyukur?
Mungkin kamu berpendapat bahwa keberuntungan terbesar
adalah beruntung tidak pernah terlahir ke dunia. Tapi, bukankah kamu tidak
mensyukuri hidup jika demikian?
Aku paham betul yang menjadi
keresahanmu. Bukan begitu caranya menghadapi hidup. Bukan dengan menyalahkan
siapapun atas takdirmu dilahirkan ke dunia. Aku bisa mengerti kecemburuanmu
pada mereka yang segera pergi sebelum bisa mengeja a-e-i-o dan u. Atau kecemburuanmu
pada mereka yang tidak pernah ada.
Mengertilah, bahwa hidup itu
sendiri adalah sebuah anugerah, karunia, hadiah, kado untuk mereka yang
terpilih. Lalu mengapa iri pada mereka yang tak pernah ada? Iri sama saja kamu
tidak menghargai pemberian Yang Memberi.
Aku ingin bercerita
banyak padamu. Tapi kesempatan yang diberikan sangat singkat. Percayalah, tak
akan ada yang kamu sesali jika syukur selalu tertanam di hati. Selagi syukur
selalu bersamamu, aku baik-baik saja di sini.
Tertanda,
Zahrina di masa depan.







0 comments:
Post a Comment